Minggu, 04 Desember 2011

KAMU ADALAH PENENTU ATAS DIRI MU.

Mengapa aku harus mengizinkan dia menentukan cara ku dalam bertindak?

Dua orang ibu muda nan kaya (namora jong ) memasuki sebuah toko pakaian seragam dan hendak memilihkan serta membeli baju seragam sekolah untuk anak-anak mereka.

Diluar dugaan mereka, ternyata pemilik toko tersebut sedang dalam kondisi BAD MOOD (hurang tabo perasaan na) sehingga kedatangan mereka tidak disambut atau tidak dilayani dengan baik. Terlihat wajah si pemilik toko cemberut, buruk dan terkesan tidak sopan (Amang tahe ngeri nai, molo au songoni nunga hu sursari sude tokko nai).

Secara refleks (songon na somal ), ibu pertama kelihatan jengkel menerima layanan yang buruk seperti itu, "kurang ajar banget ni orang, baru punya toko seperti ini dah sok banget" gumamnya dalam hati.

Namun yang mengherankan, ibu ke dua ( inatta on boru hombing do on ) tetap kelihatan enjoy, bahkan bersikap sopan kepada si pemilik toko tersebut. ( Si jeram gitu loh.....)

Ibu pertama bertanya : "Kenapa sih jeng masih bersikap demikian sopan pada penjual yang menyebalkan itu?"

Lantas ibu kedua menjawab : Aduh jeng... " Mengapa juga aku harus mengizinkan dia (nappunasa tokko) menentukan cara ku dalam bertindak, secara gitu loh, yang nentukan hidup kitakan kita sendiri jeng bukan orang lain". ( toho mai boru hombing... hehehehe..)

 "tapi ia melayani dengan buruk sekali" bantah ibu pertama.

"Itu masalah dia, kalu dia mau bad mood, tidak sopan, melayani dengan buruk, dll, toh tidak ada kaitannya dengan kita kan jeng.
Kalau sampai kita terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur dan menentukan hidup kita. Padahal kan kitalah yang bertanggung jawab atas diri kita," Jelas Boru Hombing.

Catatan dan Sipaingot :
Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain kepada kita. Kalau orang melakukan hal buruk, kita akan membalasnya dengan lebih buruk lagi, demikian sebaliknya. ( Molo jukkat ho, unjukkatan dope au. alai molo burju ho, unburjuan dope au )

Kalau orang tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yang semula pemurah tibas-tiba jadinya sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan orang tersebut.
Ini berarti tindakan kita dipengaruhi oleh tindakan orang lain.

Molo ni rimang-rimangi (kalau direnungkan), sebenarnya betapa tidak arifnya tindakan kita tersebut.
Mengapa untuk berbuat baik saja harus menunggu diperlakukan dengan baik oleh orang lain dulu?
Alusi be ma di roha na!

Jagalah suasana hati sendiri, jangan biarkan sikap buruk orang lain menetukan cara kita bertindak. Kitalah sang penentu kita yang sesungguhya!

cause WE ARE ACTOR, not REACTOR.
Horas...Horas....Horas...!!!

Senin, 28 November 2011

Kedamaian Yang Sesungguhnya

Alkisah, di sebuah kerajaan, sang Raja mengadakan sebuah sayembara. Dengan hadiah berupa emas yang sangat berharga kepada rakyat yang bisa melukis tentang "kedamaian". Saat diumumkan, banyak seniman dan pelukis mencoba mengikuti sayembara dan berusaha keras untuk memenangkan lomba tersebut.

Waktu yang dijanjikan pun tiba. Baginda Raja datang ke tempat para seniman melukis dan berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Di antara sekian banyak lukisan, hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar paling disukai baginda Raja, yang dianggap mampu mewakili tema tentang kedamaian. Dan sang Raja harus memilih satu di antara keduanya.

Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaga itu bagaikan cermin sempurna yang memantulkan kedamaian, gunung-gunung menghijau yang menjulang mengitari danau, di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arakan. Sungguh lukisan pemandangan alam yang sangat indah. Semua yang memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan tentang kedamaian jiwa bagi yang melihatnya.

Sedangkan lukisan kedua menggambarkan pemandangan pegunungan juga. Namun tampak kasar, gundul, dan gersang. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai yang telah mereda. Di sisi gunung, ada air terjun deras yang berbuih-buih. Sekilas, lukisan itu sama sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian. Tapi, sang Raja melihat sesuatu yang menarik. Di balik air terjun itu tumbuh semak-semak menghijau di atas sela-sela bebatuan. Dan di antara semak-semak itu, tampak seekor induk burung pipit berada di atas sarangnya, sedang mengerami telurnya dan terlihat sebuah kehidupan baru berupa anak burung pipit yang menetas dari pecahan telur. Benar-benar indah dan damai.

Lukisan manakah yang memenangkan lomba? Sang Raja memilih lukisan nomor dua sebagai pemenangnya. Banyak orang pun bertanya: mengapa lukisan itu yang dimenangkan oleh baginda Raja?
Baginda Raja menjawab dengan lantang, "Lihatlah burung pipit di dalam lukisan ini, mampu menggambarkan sebuah kedamaian, tanggung jawab, dan kehidupan baru. Lihat gambaran situasi alam yang buruk dan tidak mendukung, tetapi ibu pipit memenuhi segenap tanggung jawabnya, tetap mengerami telurnya hingga menetas.
Rakyatku.., kedamaian itu bukan berarti kita harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan, atau pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian adalah suasana hati dan pikiran yang tenang dan damai. Meski kita berada di tengah-tengah keributan luar biasa namun tidak dipengaruhi keadaan luar. Kedamaian hati adalah kemampuan menjaga keseimbangan dan kebijaksanaan di segala situasi dan tetap mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik."
Semua yang mendengar perkataan raja pun dengan diam mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju.

Note :
Mampu tetap merasa damai di tengah "kekacauan" atau situasi yang riuh rendah memang tidak mudah. Biasanya kita cenderung larut di dalamnya, bahkan mungkin menjadi semakin kacau dan berantakan.

Jika hati dan pikiran kita tidak mampu tenang, kita pun akan mudah terhasut, termakan isu-isu negatif dan hidup menjadi terombang-ambing. Karenanya, kesempatan kita untuk merasakan kedamaian dan bahagia pun menjadi hilang. Mari kita jaga hati dan pikiran sendiri agar selalu tenang dan damai sehingga kebahagiaan akan menjadi milik kita selamanya.

Share By : HIIC_Ronal S